Rabu, 14 Juli 2010

KONSEP KEKUASAAN

KEKUASAAN

A. Definisi Kekuasaan
Kekuasaan (power) dan politik merupakan dua konsep yang salaing komplementer. Kedua konsep ini tidak pernah bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Ibarat istilah ada gula ada semut, begitulah konsep keuasaan dan politik saling melengkapi satu sama lain. Tidak akan ada proses politik ketika didalamnya tidak melibatkan kekuasaan. Sebaliknya tidak akan ada ada kekuasaan jika tidak melibatkan politik didalamnya. Jadi tidak berlebihan kalau sebagian orang mengakatakan bahwa ketika kita berbicara mengenai politik, maka kita sesungngguhnya sedang membicarakan kekuasaan, begitu pula sebaliknya.
Dalam ilmu politik, kekuasaan sebenarnya hanya menjadi salah satu objek, tapi tidak pula bisa dipungkiri bahwa kekuasaan merupakan aspek yang relatif penting. Karena itu, ketika ingin mempelajari politik maka mempelajari konsep kekuasaan menjadi hal yang tidak bisa diabaikan atau dinafikan. Setidaknya dengan memhami konsep kekuasaan, kita akan sedikit tebantu dalam memahami konsep-konsep politik yang lain, dan memhami politik itu sendiri.
Kekuasaan bagi sebagai ahli dipandang sebagai kekmapuan untuk mempengaruhi orang lain, sehingga mau menuruti apa yang menjadi keinginan kita. Seperti yang dikemukakan oleh Harold D. Laswell dan Abraham Kalan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sedemikian rupa, sehingga mereka mau menurti kehendak dari orang yang menjadi penguasa . Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Laswell dan Kaplan, Robert A. Dahl juga menekankan kekuassan sebagai sebuah pengaruh (Influence). Dahl mengungkapkan bahwa konsep kekuasaan merujuk kepada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain . Dari kedua pengertian ini, kita bisa menarik sebuah kesimpulan, bahwa salah satu penekanan atau aspek dari kekuasaan adalah pengaruh.
Pengertian kekuasaan yang agak berbeda dikemukakan oleh Ramlan Surbakti, baginya kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku piha lain, sehingga fihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak yang memberi pengaruh . Meskipun masih menekankan pada pengaruh, Ramlan menambahkan sumber-sumber pengaruh didalam defenisinya untuk memberi gambaran lebih lengkap mengenai konsep kekuasaan. Jadi bisa dipastikan bahwa seseorang berkuasa karena dia memiliki sumber-sumber pengaruh dan mampu memanfaatkan atau mengelola sumber-sumber tersebut untuk mempengaruhi orang lain.
Berbeda dengan defenisi-deffenisi yang sebelumnya yang menekankan pada aspek pengaruh dalam mendefenisikan kekuasaan, Charle F. Andrain Menekankan defenisinya pada penggunaan sumber daya (aset, kemampuan) dan kepatuhan. Andrain mengemukakan, bahwa kekuasaan adalah penggunaan sejumlah besar sumber daya untuk memperoleh kepatuhan dari orang lain . Sumber daya yang dimaksud Andrain disini adalah sumberdaya alam dan sumber daya manusia seperti aset-aset negara dan aparatur negara. Kepatuhan sendiri dimaksudkan sebagai sebuah hubungan dimana pihak penguasa mampu mengendalikan atau mengontrol pihak-pihak yang dikuasainya.

B. Dimensi Kekuasaan
Beberapa defenisi tentang kekuasaan yang dikemukakan diatas, setidaknya telah membantu kita dalam memahami konsep kekuasaan, meskipun tidak bisa dipungkiri pula bahwa interpretasi tiap orang tentang kekuassan mungkin berbeda antara yang satu dengan lainnya. Tapi setidaknya defenisi-defenisi tesebut telah bisa mengatarkan kita untuk sedikit mengerti tentang kekuasaan. Selanjutnya untuk lebih memahami konsep kekuasaan dalam ilmu politik secara lebih komprehensif, berikut ini dikemukakan beberapa dimensi kekuasaan , antara lain;
1. Potensial - Aktual.
Seseorang dikatakan memiliki kekuasaan potensial apabila dia memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti, kekayaan, senjata, status sosial yang tiggi, popularitas, pengetahuan dan informasi, massa yang terorganisi, serta jabatan. Selanjutnya, seseorang dikatakan memiliki kekuasaan aktual jika dia mampu menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya kedalam kegiatan politik secara efektif.
2. Konsensus – Paksaan
Aspek konsensus dari kekuasaan adalah ketika kekuasaan dijadikan alat untuk mencapai tujuan dari masyarakat secara keseluruhan. Sedangkan aspek Paksaan dari kekuasaan adalahsekelompok kecil orang menggunakan kekuassan sebagai alat untuk mencapai tujuan tanpa menghiraukan masyarakat secara keseluruhan dan dengan menggunakan kekrasan baik secara fisik maupun secara psikis.
3. Positif – negatif
Aspek ini melihat kekuasaan dari tujuannya. Dikatakan kekuasaan positf jika kekuasaan digunakan untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan diharuskan. Sebaliknya dikatakan kekuasaan negatif apabila kekuasaan digunakan untuk menghalangi orangpihak lain mencapai tujuannya yang tidak hanya diandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihak yang berkuasa.
4. Jabatan – pribadi.
Aspek ini lebih melihat kekuasaan pada pihak yang memgang kekuasaan. Kekuasaan jabatan dimaksudkan apa bila seseorang memiliki kekuasaan karena jabatan yang didudukinya tanpa memperhatikan kualitas pribadi dari oroang tersebut. Sedangkan kekuasaan pribadi dimaksudkan apabila sesorang memiliki kekuasaan karena kulitas pribadi (kharisma, kekayaan kecerdasan, status sosial yang tinggi, dsb) yang dimilikinya.
5. Implisit – Eksplisit
Kekuasaan Implisit adalah pengruh yang tidak dapat dilihat tatapi dapat dirasakan, sedangkan kekuasaan eksplisit adalah pengaruh yang secara jelas dilihat dan dirasakan.
6. Langsung –tidak langsung.
Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa melalui perantara. Sedangkan kekuasaan tidak langsung adalah penggunaan sumber-sumber untuk mempengaruhi pembuat d an peaksana keputusan politik memalui perantara pihak lain yang dianggap memliki pengaruh yang lebih besar.

C. Model Kekuasaan
Kekuasaan dengan berbagai dimensinya seperti yang telah disebutkan diatas, diterapkan dalam hubungan sosial. Baik itu dalam hubungan inter personal, kelompok hingga masyarakat. Hubungan-hubungan kekuasaan yang terbentuk akibat adanya interaksi sosial dalam masyarakat bisa bersifat formal maupun informal. Pola interaksi kekuasaan yang terbentuk akibat hubungan kekuasaan inipun bermacam macam.
Berikut ini adalah beberapa bentuk implementasi kekuasaan kekuasaan dalam masyarakat, antara lain
1. Model kekuasaan elitis.
Model ini dikemukakan oleh Gaetano Mosca , yang menggambarkan bahwa kekuasaan hanya dipegang oleh segelintir orang yang berkedudukan sebagai elit dalam masyarakat (the ruling class). Kelompok elit menjalankan fungsi-fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari berkuasa. Pada model ini, kekuasaan tidak terdistribusi secara merata, melainkan hanya dikuasai oleh sekelompok elit.
2. Model kekuasaan pluralis.
Model kkekuasaan pluralis mengandaikan masyarakat terdistribusi kedalam kelompok-kelompok sosial tertentu berdasarkan aspirasidan kepentingan yang bersifat kultural dan ideologis maupun yang berdasarkan okupasi atau profesi. Kelompok-kelompok inilah yag terlibat dalam proses-proses politik untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Pada model pluralis, pemerintah bertindak sebagai arena persaingan dan kompromi bagi kelompok-kelompok. Model pluralis ini mengasumsikan kekuasaan terdistribusi kedalam-kelompok-kelompok eksklusif yang bersaing dalam memperoleh pengaruh.
3. Model kekuasaan kerakyatan
Model kerakyatan dinbangun dari kerangka demokrasi. Pada model ini, partisipasi masyarakat dalam proses-proses politik menjadi penekanan utama. Kekuasaan pada model ini berada pada tangan masyarakat, bukan pada elit maupun kelompok kepentingan, walaupun dalam proses dan perkembanganya kekuasaan rakyat tersebut dilaksanakan memalui perwakilan yang dipilih oleh rakyat sendiri.

D. Komponen Kekuasaan
1. Otoritas.
Kekuasaan seringkali digambarkan sebagi sebuah Otoritas. padahal kewenangan dan kekuasaan adalah dua konsep yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Otoritas adalah kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalau memiliki keabsahan. Jadi bisa dikatakan bahwa Otoritas adalah hak moral yang dimiliki oleh seorang untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik.
Adapun sumber-sumber otoritas antara lain:
a. Tradisi, yaitu kepercayaan yang telah berakar dan dipelihara secara turun temurun dalam masyarakat.
b. Sakral, Yaitu ororitas yang diperoleh karena adanya anggapan tentang representasi tuhan didunia.
c. Pribadi, Otoritas yang diperoleh karena kualitas pribadi.
d. Legal, Otoritas yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang mengatur prosedur dan syarat-syarat menjalankan pemerintahan.
2. Legitimasi
Konsep legitimasi juga sebuah konsep yang melekat pada kekuasaan. Legitimasi berarti adanya pengakuan masyarakat yang dierintah terhadap hak-hak moral yang dimiliki oleh pemerintah. Legitimasi menjadi penting dalam kekuasaan, karena tanpa legitimasi atau penerimaan dari masyarakat, maka kekuasaan tentu tidak dapat diterapkan.
Cara mendapatkan legitimasi antara lain:
a. Manipulasi kecendrungan moral, emosional, tradisi dan kepercayaan dengan penggunaan isu-isu atau simbol.
b. Melalui janji-janji yang mengundang simpati masyarakat.
c. Melalui Pemilihan Umum.

1 komentar:

  1. Terima Kasih atas suguhan Ilmunya Kanda Calon Profesor, Sangat menarik melihat beberapa Dimensi kekuasaan dikemas secara teoritis, Saya ingin minta tanggapan kanda, Melihat Kekuasaan dirana demokrasi Indonesia yang masyarakat Anomi, Apakah betul Perpolitikan Indonesia dalam Dimensi Hedonisme karena ruang lingkup kekuasaan ini ...

    Terima Kasih Sebelumnya...

    BalasHapus