Rabu, 14 Juli 2010

FILSAFAT POLITIK-memehami pol

FILSAFAT ILMU POLITIK

I. SEJARAH PEMAHAMAN POLITIK`
Kata politik pertama kali ditemukan dalam sejarah Yunani kuno yakni dari kata ”Polis” yang merujuk pada kehidupan masyarakat kota pada masa itu. Pada masa itu ada beberapa pertanyaan penting yang menghinggapi para filosof saat itu terkait dengan kehidupan masyarakat yang menuntut adanya penataan masyarakat agar lebih baik yang menjadi cita-cita para filosof Yunani Kuno.
Ada dua orang pemikir besar Yunani Kuno yang menjadi rujukan dalam memahami politik yakni Plato dan Aristoteles. Dalam karyanya ”Republic”, Plato menyatakan bahwa hukum menjadi hal penting dalam menata kehidupan tiap individu dan tiap individu taat pada hukum yang ada. Berdasarkan pemikiran Plato ini kemudian politik menjadi suatu hal yang bisa dikaji oleh suatu rangkaian pemhaman (ilmu pengetahuan).
Aristoteles senada dengan Plato melihat bahwa politik adalah seperangkat etika. Dalam hal ini Aristoteles melihat bahwa etika merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dalam memahami politik. Menurut Aristoteles, individu yang baik akan dapat menjadi warga yang baik pada suatu kota yang baik pula. Dengan demikian baik Plato mauypun Aristoteles memiliki kesamaan pendapat bahwa manusia adalah mahluk politik.
Perbedaan keduanya adalah pada cara memandang masyarakat, Plato lebih mengawang (metafisis) sedangkan Aristoteles lebih realistik. Pada perkembangan selanjutnya hadir Marcus Tullius Cucero seorang ahli filosof yang konsern terhadap penataan masyarakat (hukum) melanjutkan pemikiran Plato dengan menekankan aspek hukum (law) dalam pemikiran Plato. Menurut Cicero, masyarakat politik harus diatur oleh seperangkat aturan yang mengikat masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, pemikir-pemikir politik masa itu kemudian lebih condong untuk melihat kondisi Romawi dengan melihat tradisi penataan masyarakat pada saat itu.
Dalam abad ke 4 dan 5 masehi seorang teologian bernama Saint Agustine of Hippo mulai memadukan pemikiran tentang penataan masyarakat dengan agama dalam hal ini kristen. Saint Agustine lebih cenderung kepada ajaran Plato yang sangat mengawang dengan membayangkan tata kehiduoan masyarakat seperti di surga.
Berbeda dengan itu, muncul pemikir aliran Aristoteles bernama Saint Thomas Aquinas pada abad 13 masehi yang lebih realistik melihat bahwa penataan masyarakat memang terkait dengan gereja tapi dengan lebih menekankan pada situasi masyarakat itu sendiri. Menurut Aquinas, politik hanya pelaksanaan dari ajaran Tuhan melalui otoritas gereja. Masa-masa selanjutnya, masyarakat memasuki fase kegelapan karena besarnya otoritas gereja yang bertindak-sewenang-wenang atas nama Tuhan.
Dalam perkembangan lebih lanjut, pemikir-pemikir politik berikutnya mulai abad 16 masehi mulai melihat bahwa penataan masyarakat memang terkait dengan seperangkat aturan, akan tetapi hal tersebut hanya berlangsung dalam dinamika masyarakat saja tanpa campur tangan tuhan. Para pemikir seperti Thomas Hobbes, David Hume, Jhon Locke, Jhon Stuart Mill, Machiavelli, immanuael Kant, Karl Marx dan lain sebagainya memunculkan pemikran-pemikiran mengenai politik melalui berbagai perspektif. Hingga menjadi landasan pemikiran politik pada masa sekarang. Saat ini politik kemudian menjadi suatu bidang kajian ilmu yang disebut ilmu politik.

II. MEMAHAMI ILMU POLITIK
Politik hadir karena adanya ketidaksepakatan dari masyarakat. Ketidaksepahaman tersebut sangat terkait dengan keinginan hidup masyarakat. Beberapa ketidaksepahaman diantara masyarakat terkait dengan Siapa yang harus mendapatkan apa?, bagaimana membagi kekuasaan dan sumberdaya lain ?, apakah masyarakat dapat didasarkan pada konflik atau kooperasi ? dan lain sebagainya. Masyarakat akhirnya seringkali tidak saling bersepakat dalam banyak hal. Oleh karena itu perlu untuk ditata berbagai ketidaksepakatan tersebut agar tata kehidupan masyarakat terus dapat berlangsung.
Dalam upaya memahami berbagai dinamika masyarakat tersebut, maka lahirlah pengkajian atau ilmu pengetahuan yang berupaya untuk mempelajari, mengamati serta mencari ajawaban atas fenomena-fenomena masyarakat tersebut yang kemudian disebut dengan ilmu politik.



III. FOKUS KAJIAN ILMU POLITIK
Fokus kajian ilmu politik dapat dibagi dalam 4 hal besar terkait dengan pemaknaan ilmu politik itu sendiri yakni :
a. Politik sebagai seni pemerintahan (the art of government)
Politik bukanlah ilmu pengetahuan melainkan hanya seni, demikian dikemukakan oleh Chancellor Bismarrck, seorang pemikir asal Jerman. Dalam hal ini Bismarck melihat bahwa politik hanya cara untuk melakukan control terhadap masyarakat terkait dengan upaya mengumpulkan usulan masyarakat serta proses pembuatan kebijakan. Dengan demikian, politik menjadi hal yang terkait dengan keseharian masyarakat. Dengan demikian, masyarakat sebagai suatu kesatuan akan diatur oleh otoritas politik yang disebut negara. Para pelaksana negara adalah pemerintah.
b. Politik sebagai hubungan antar masyarakat (politics as public affairs)
Dalam pemahaman ini politik dianggap sebagai ilmu yang mengamati dinamika hubungan masyarakat. Dalam hal ini ada pembedaan antara masyarakat politik dan nonpolitik. Pemahaman tersebut terkait dengan negara dan masyarakat. Negara dianggap masyarakat politik karena memegang kendalai dan pelaksana kebijakan, sedangkan masyarakat dikategorikan nonpolitik karena tidak terlibat dalam pelaksanaan kebijakan. Berbagai kebijakan yang ada hanya dikaitkan dengan menata hubungan antar masyarakat. Hubungan antar masyarakat sering dilihat dalam sisi posisitf dan negataif oleh karena itu dibutuhkan upaya penataannya.
Dalam pemahaman ini kemudian juga muncul istilah publik sphere atau ruang publik. Ruang publik dalam hal ini adalah wilayah interaksi masyarakat yang berada diluar negara.
c. Politik sebagai upaya kompromi dan consensus (politic as compromise and concensus)
Kompromi adalah suatu situasi yang menunjukkan adanya keinginan individu atau kelompok masyarakat menyepakati atau menerima aatau menjalankan suatu keputusan tertentu. Sedangkan consensus adalah kesepakatan yang akan sesuatu yang disepakati secara bersama sejak awal. Dalam pemhaman ini politik sering dilihat sebagai arena atau ruang tempat terjadinya konflik antar masyarakat. Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat kemudian membutuhkan upaya konsensus dan kompromi. Keterlibatan banyak individu atau kelompok masyarakat dalam berbagai konflik yang timbul membutuhkan suatu upaya penanganan yang memungkinkan setiap individu yang terlibat dapat terikat didalamnya.
d. Politik sebagai kekuasaan (politic as power)
Dalam hal ini politik dipandang sebagai kekuasaan yang terkait dengan kemampuan untuk memaksakan kehendak kepada individu atau masyarakat. Dalam pemahaman ini politik merupakan berbagai dinamika penggunaan kekuasaan baik oleh individu, kelompok masyarakat maupun pemerintah (negara).
Terdapat paling tidak 3 hal penting yang harus dicermati terkait dengan kekuasaan dalam ilmu politik yakni :
1. Kekuasaan sebagai proses pembuatan kebijakan.
Dalam dinamika kehidupan masyarakat yang sangat komplek, dibutuhkan berbagai aturan atau kesepakatan riil yang dapat menjadi acuan dalam menatanya agar menjadi lebih baik. Oleh karena itu dibtuhkan suatu otoritas yang mampu mengikat seluruh masyarakat, dalam hal ini pemerintah. Bentuk nyata dari adanya otoritas tersebut adalah lahirnya berbagai kebijakan publik yang harus dilaksanakan oleh masyarakat secara optimal. Dengan demikian kebijakan publik menjadi suatu hal yang sangat penting terutama dalam proses pembuatannya. Kekuasaan dalam proses pembuatan kebijakan dimaknai sebagai adanya kekuatan aau kemampuan aktor (individu atau kelompok) tertentu yang mampu mempengaruhi (intervensi) proses pembuatan kebijakan. Intervensi tersebut dimaksudkan untuk menekankan atau mendorong agar kepentingan aktor tersebut atau kepentingan tertentu dapat diterima atau diakomodasi dalam proses tersebut.
2. Kekuasaan sebagai upaya agenda setting
Agenda setting adalah suatu kegiatan yang sangat penting dalam dinamika kehidupan masyarakat. Melalui kegiatan ini dapat diketahui berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat. Berbagai permasalahan tersebut nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan berbagai startegi atau metode untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada sehingga tujuan pencapaian kesejahteraan masyarakat dapat dicapai secara optimal. Ditengah berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat, setiap individu atau kelompok masyarakat tentu saja menginginkan agar permasalahannya menjadi pokok bahasan atau menjadi egenda utama pembahsan. Dengan demikian maka permsalahan tersebut akan mendapat respon segera sehingga dapat diselesaikan. Kekuasaan dalam agenda setting dipandang dalam upaya untuk menjadikan suatu permasalahan agar daat diterima dan dijadikan agenda utama dalam berbagai proses kebijakan.
3. Kekuasaan sebagai upaya untuk mengontrol
Kekuasaan merupakan hal yang memungkinkan seseorang untuk memaksa orang lain melakukakan sesuatu. Dengan adanya kekuasaan, maka seseorang tentu saja dapat mengontrol orang lain agar selalu berada dalam garis atau batas yang diinginkan oleh pemilik kekuasaan. Negara (pemerintah) sebagai institusi resmi yang memiliki kekuasaan memungkinkannya untuk mengontrol berbagai perilaku masyarakatnya agar tetap dapat sesuai dengan yang diinginkannya (aturan dan kebijakan).

DAFTAR PUSTAKA

1. Andrew Heywood, Key Concepts in Politics, Palgrave Foundations, New York, 2002.
2. Andrew Heywood, Politics, Palgrave Foundations, New York, 2002.
3. Budiarjo, Mirriam1991, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia, Jakarta.
4. Encyclopedia Americana 1980.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar