Jumat, 09 Maret 2012
PILGUB DAN ORIENTASI POLITIK ISLAMISME
Oleh: Syahrir Karim
Pengantar
Menjelang pilgub 2013, dua calon gubernur yang marak diperbincangkan; SYL (Syahrul Yasin Limpo ) dan IAS (Ilham Arief Sirajuddin). Mereka adalah elit partai yang punya suara besar pada pemilu lalu, Golkar dan Demokrat. Syahrul Yasin Limpo sendiri adalah Ketua DPD Partai Golkar Sulsel. Meski beberapa nama calon kuat yang akan mendampingi sudah muncul kepermukaan termasuk sinyal kuat dari elit DPP Golkar akan kembali paket sayang jilid II. Sementara Kandidat kuat lainnya dari Partai Demokrat yaitu H Ilham Arief Sirajuddin sudah lebih awal mendeklarasikan pasangannnya. Ilham Arief Sirajuddin sendiri maju pada Pilgub Sulsel periode 2013-2018 telah resmi berpasangan dengan Ustadz Aziz Kaharmuzakar.
Fenomena Islamisme
Islamisme merupakan fenomena gerakan Islam kontemporer yang memandang Islam sebagai ideologi politik, termasuk yang membawa kecenderungan neo-fundamentalisme yang sangat peduli pada syariat Islam. Islamisme sendiri bisa dilihat dalam dua bentuk varian perjuangan politik; Pertama, Islamisme yang berada pada wilayah intra-parlementer dengan perjuangan struktural untuk mendapatkan kekuasaan melalui pemilihan umum. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB) bisa dikategorikan di dalamnya. Fenomena pembentukan Peraturan daerah (perda) berbasis Syari’ah yang didukung partai Islam dibeberapa daerah adalah contoh bagaimana partai-partai ini beroperasi di level daerah. Kedua, Islamisme pada wilayah ekstra-parlementer dengan perjuangan melalui aktivitas sosial budaya di luar wilayah politik formal. Organisasi Islamis seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Wahdah Islamiyah dan sejenisnya bisa masuk dalam kategori ini. Dua manifestasi Islamisme yang disebutkan di atas sama-sama berjuang untuk menciptakan masyarakat berbasis hukum.
Di luar perbedaan dalam artikulasi, dua manifestasi Islamisme di atas mempunyai sifat dan karakteristik yang secara umum sama. Di lain pihak, mereka sepakat tentang ide Islamisasi negara dan masyarakat, tetapi pada level praktis, mereka berbeda tentang metode bagaimana proses Islamisasi dilaksanakan. Kehadiran gerakan Islam yang mengusung ideologi, yang mempertautkan Islam secara langsung atau integral dengan institusi negara atau politik, dalam wacana kontemporer dikenal dengan Islamisme (Islamiyah). Gerakan ini (Islamisme) memandang bahwa Islam tidak dapat dipisahkan dari dan memiliki hubungan integral dengan politik negara, kerana Islam mencakup seluruh aspek kehidupan. Kelompok Islamis inilah yang memiliki kecenderungan sebagai muslim yang termotivasi secara ideologis dan representasi dari “gerakan Islam” (al-harakah al-Islamiyyah).
Pilgub dan Orientasi politik Islamisme
Dua kontestan calon gubernur yang berasal dari dua partai besar, yakni Syahrul Yasin Limpo dan Ilham Arif Sirajuddin adalah kader dua partai pemenang terbesar pertama dan kedua yang notabene adalah representasi partai nasionalis-sekuler. Yang menarik adalah ketika tokoh KPPSI Ustadz Azis Kahar Muzakkar sebagai representasi dari kelompok Islamis telah resmi bersanding dari tokoh yang berasal dari partai yang tidak ber”simbol”kan Islam. Fenomena ini semakin memberikan kejelasan bahwa di Indonesia orientasi politik gerakan-gerakan ideologis semakin dinamis dan berusaha berbaur dengan politik akomodasi negara. Belum lagi ketika beberapa partai-partai Islam saat ini masih hati-hati dalam mengusung siapa jagoan mereka nanti. Bahkan kesan perpecahan dan polemik internal di kalangan partai-partai Islam seperti PAN dan PPP terkait dukungan kepada cagub tertentu telah terjadi. Pertanyaannya adalah apakah aktivisme politik Islam sudah mengalami pergeseran?
Oleh beberapan pemerhati politik Islam, bahwa aktivitas politik Islam khususnya di Indonesia telah disifatkan moderat bahkan liberal adalah suatu yang tidak bisa lagi disangkal. Hal inilah yang dianggap telah terjadi pergeseran aktivisme gerakan politik Islam dari Islamisme ke post-Islamisme. Fenomena ketika tidak ada lagi jurang pemisah antara partai-partai yang ber”simbolkan”kan Islam dengan partai tidak ber”simbol”kan Islam atau partai ideologis dan non-ideologis, telah menjadi bukti. Wacana Post-Islamisme ini mengiringi tesis “kegagalan Islam politik” yang dibawa oleh Olivier Roy, pemerhati Islam politik dari Perancis dalam bukunya, The Failure of Political Islam. Beberapa partai yang dilihat mencapai kesuksesan dalam sistem politik demokrasi seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia disifatkan sebagai partai pasca-Islamis karena dianggap telah masuk dalam struktur politik formal dan politik akomodasi negara. Dianggap “moderat” karena telah bisa bekerjasama dalam struktur demokrasi formal/prosedural.
Ekspresi politik dan ideologi politik Islam dalam berbagai variannya seperti yang telah dijelaskan di atas akan mempengaruhi cara-cara yang digunakan oleh para aktivis politik Islam termasuk di Sulawesi Selatan. Islamisme, baik yang bergerak pada wilayah intra-parlementer seperti partai-partai Islam (PKS, PPP, PBB) dan Islamisme yang bergerak pada wilayah ekstra-parlementer seperti Hizbu Tahrir Indonesia (HTI), Komite Penegakan dan Penerapan Syaria Islam (KPPSI), Front Pembela Islam (FPI), Wahdah Islamiyah dan lain-lain, akan semakin ikut terpengaruh dan memainkan peranan penting dalam pilgub nanti. Termasuk isu formalisasi syari’ah sebagai perjuangan politik bagi kedua arus utama kelompok-kelompok Islamis tersebut.
Pendekatan yang lebih “moderat” oleh kelompok post-Islamisme yang lebih akomodatif dalam wilayah politik formal barangkali bisa dipertimbangkan oleh gerakan-gerakan kelopok Islamis lainnya. Dalam hal ini, yang paling menonjol adalah apakah cita-cita politik Islam seperti itu harus diupayakan melalui instrumen-instrumen politik formal dengan menggunakan partai-partai politik, parlemen atau birokrasi sebagai ajang permainan politik. Sebaliknya, apakah tidak ada cara-cara lain juga boleh ditempuh, misalnya dengan melibatkan berbagai lembaga swadaya Masyarakat, atau organisasi sosial keagamaan dan kemasyarakatan, sehingga memungkinkan proses diversifikasi makna politik terjadi. Kalaupun harus menggunakan partai politik sebagai instrumen untuk mengartikulasikan kepentingan-kepentingan Islam, apakah harus dibatasi pada partai-partai politik yang secara formal mempunyai asal-usul sosial dan “teologis” Islam, atau sebaliknya tetap menggunakan partai-partai yang secara formal “tidak bercirikan” Islam. Ketika misalnya SYL akan bersanding dengan perwakilan dari kelompok atau partai Islamis ataupun tidak bersimbolkan Islam, tentu bukanlah sesuatu yang menarik untuk dibicarakan. Karena sekali lagi bahwa yang penting adalah proses diversifikasi makna politik terjadi karena Islam tidaklah tunggal dan tidak berasal dari golongan tertentu.
Untuk kasus Sulawesi Selatan, pengertian gerakan Islam perlu penjelasan lebih lanjut khususnya gerakan-gerakan yang berada pada wilayah ekstra-parlementer, karena umumnya Islamisme tetap dipahami secara sepihak, yakni ideologi kekerasan yang dipegang dan diimplementasikan individu-individu dan kelompok Muslim dalam upaya mencapai agenda-agenda mereka, seperti pembentukan negara Islam dan penegakan syari'ah. Padahal, masih ada kelompok-kelompok Islam di luar sana yang juga memiliki komitmen pada ideologi Islamisme yang berusaha mencapai agenda Islam dengan cara-cara damai melalui proses-proses politik demokratis konstitusional. Adalah sebuah keniscayaan bahwa gelombang demokrasi dunia tidak bisa dibendung, demokrasi adalah sunnatullah yang selalu menghampiri dan “memaksa” kita untuk ikut andil di dalamnya demi tujuan kemaslahatan ummat.
Oleh karena itu, kalau kita bersepakat bahwa Islamisme adalah bagian dari proses demokrasi, maka Islamisme harus menjadi kekuatan baru dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Adalah kewajiban bersama baik kelompok Islamis di wilayah intra-parlementer maupun di ekstra-parlementer untuk menghindari politik kekerasan dan tidak memanfaatkan umat demi kepentingan kelompok tertentu dalam pesta demokrasi 2013 nanti.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Hotel Wyndham Las Vegas Casino & Spa
BalasHapusThe Wyndham Casino & Spa is the most luxurious 문경 출장안마 hotel in Las Vegas 안산 출장안마 and offers 속초 출장마사지 a luxurious setting 이천 출장마사지 for entertainment. Book your 서산 출장마사지 room here.