Rabu, 14 Juli 2010

KONSEP NEGARA

NEGARA

A. Pengantar

Negara merupakan bentuk persekutuan masyarakat yang abstrak sekaligus sebaliknya, abstrak karena secara teoritis negara kerap dimaklumkan sebagai kumpulan konsep-konsep dan pengertian-pengertian untuk mengelola suatu masyarakat dan menjaga keharmonisannya dari berbagai gangguan. Sebaliknya, baik secara teoritis maupun realitasnya, Negara hanya akan hidup jika ia dilekati dengan berbagai komponen yang membentuknya, dan tentu saja akan membuatnya menjadi konkret. Kita merasakan negara sedemikian konkret dalam suatu kehidupan masyarakat karena adanya aparatur yang terus bergerak membagi-bagikan kewajiban untuk mentaati konstitusi yang dilahirkannya. Bernegara berarti pelibatan status-status sosial tertentu dalam rangka merumuskan konsekuensi hidup bersama.
Negara adalah kelompok besar, jadi bukan perserikatan Bangsa- bangsa (PBB), bukan ASEAN, bukan pula persekutuan beberapa negara, karena ikatan negaralah yang paling dominan menguasai bathin manusia.Untuk negaranya manusia mau berjuang mati-matian, para olahragawan dan olahragawati berjuang hanya untuk kebanggaan negaranya, para pahlawan bertempur hanya untuk mempertahankan negarannya, bahkan untuk hari lahir negaranya, manusia mau mengorbangkan waktunya untuk berdiri tegak menghormati dalam upacara-upacara yang sengaja dibuat untuk memperingati. Sebaliknya hanya negaralah yang mempunyai wewenang untuk menindak warganya bila melanggar peraturan negara tersebut tanpa bantahan.
Walaupun pada tahun 1950-an dan mulai akhir tahun 1970an, teori-teori politik tidak terlalu menekan lagi analisis pada ranah negara, namun pada kuliah kali ini kita akan memusatkan perhatian pada upaya menjelaskan negara. Perbincangan akan dibawa pada bagaimana perkembangan gagasan tentang negara. Mengapa penting membicarakan negara; pertama, karena menurut Weber, negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan untuk melakukan tindakan kekerasaan terhadap warganya. Kedua, dalam konteks relasi state-society di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, peran negara sangatlah dominan, dalam ekonomi maupun politik

B. Pengertian Negara
Negara adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki asas-asas pokok dan pengertian pokok tentang negara dan hukum tata negara.

1. Roger H.Soltau
Negara adalah alat agency atau wewenang / authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas masyarakat
2. Horald J. Laski
Negara adalah suatu masyarakat yang disentegrasi karena mempunyai wewenang, bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu
3. Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah
4. Robert M. Mac Iver
Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.
5. Miriam Budiarjo
Negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undagannya melalui penguasaan (kontrol) monopolitis dari kekuasaan yang sah.

Secara sederhana Negara dapat dipahami sebagai asosiasi politik yang stabil yang memiliki batas-batas yurisdiksi dan territorial dan terdapat institusi-institusi permanen didalamnya yang mengatur interkasi dan dinamika masyarakat baik secara internal maupun eksternal.
Unsur-unsur terbentuknya Negara adalah :
1. Wilayah teritorial
Wilayah atau tempat eksisbnya sebuah Negara meruopakan unsure penting bagai suatu Negara. Setiap Negara memiliki wilayah yang batas-batasnya jelas dan memiliki kekuatan hukum (yurisdiksi).
2. Warga Negara
Warga Negara adalah orang-orang yang tinggal/ hidup pada wilayah Negara sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku pada Negara tersebut. Warga Negara merupakan unsur penting sebuah Negara karena tidak satupun Negara di dunia ini yang dapat eksis dikatakan sebagai sebuah Negara jika tidak memiliki warga Negara. Warga Negara berbeda dengan penduduk. Tidak seluruh orang yang mendiami suatu wilayah Negara dapat dikatakan sebagai warga Negara karena harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai hukum yang berlaku. Penduduk adalah orang yang mendiami suatu wilayah tertentui dalam jangak waktu yang cukup lama. Meski berada pada wilayahj Negara tertentu, penduduk tidak dapat serta m,erta dianggap sebagai warga Negara karena untuk dapat diakui sebagai warga suatu Negara maka harus memenuhi beberapa persyaratan hukum sesuai hukum yang berlaku pada Negara tersebut.
3. Pemerintahan yang sah
Pemerintahan yang sah adalah unsure pembentuk Negara yang penting. Setiap Negara pastry memiliki pemerintahan yang sah dalam artian mendapatkan legitimasi secara hokum. Pemerintah menjadi unsure openting Negara karena merupakan institusi ini menjadi penyelenggara berbagai kehidupan bernegara. Pemerintah merupakan institusi yang mengatur berbagai dinamika hubungan antar warga. Selain itu pemerintah juga menjadi pelaksana formal atas hubungan-hubungan yang terjadi dengan Negara-negara lain.
4. Memiliki hukum yang eksis
Setiap Negara harus memiliki suatu tatanan hokum yang berlaku dalam wilayah terotorialnya. Cirri eksisnya suatu Negara adalah sdengan adanya hokum atau berbagai aturan yang disepakati dan mengikat setiap orang yang ada dalam wilayah tersebut.
5. Mendapat pengakuan Negara lain (pengakuan internasional)
Pengakuan internasional bukanlah syarat mutlak berdirinya suatu Negara. Bisa saja sebuah Negara berdiri dan eksis meski belum mendapat pengakuan dari beberapa Negara lain asal telah memiliki 4 persyaratan yang telah ada. Pengakuan Negara lain terutama untuk menjadi landasan dalam pergaulan dengan Negara-negara lain melalui hubungan diplomatic.

C. Teori Negara
1. Teori Negara Organis (Otonom)
Teori-teori Negara Organis bersumber dari pemikiran klasik tentang negara; mulai dari Aristoteles, Plato, Teokratis, Hobbes sampai dengan Hegel.
Karakteristik Teori Negara Organis:
 Memberi kekuasaan yang besar dan mutlak pada negara
 Menolak kebebasan individu yang terlampau besar
 Negara merupakan lembaga yang mempunyai kemauan sendiri yang mandiri (otonom).
 Secara hierrakis, Negara diletakkan lebih terhormat, penting dan lebih utama daripada individu atau masyarakat.
Variasi dalam teori negara organis terletak pada jawaban mengapa negara perlu diberi kekuasaan yang mutlak? Berikut jawaban pemikiran klasik tentang kemutlakan kekuasaan negara yang menjadi inspirasi teori negara organis:

 Plato dan Aristoteles
 Kekuasaan yang besar pada negara adalah sepatutnya karena pada dasarnya individu akan bertindak berdasarkan kepentingannya sendiri.
 Untuk menjamin negara bisa meneggakan moralitas maka negara harus dikuasai oleh para ahli pikir.
 Sedangkan Aristoteles lebih komprehensif dalam melihat negara. Dalam buku Politica, ia telah merumuskan asal muasal negara yaitu dari gabungan individu yang menjadi kelompok, kemudian membentuk kampung dan sebagainya hingga organisasi tersempurna yaitu negara.
2. Negara Teokratis
 Negara mempunyai kekuasaan yang mutlak karena negara adalah representasi (perwujudan) kekuasaan Ilahi (Ketuhanan). Negara merupakan perpanjangan tangan (wakil) kekuasaan Tuhan atas Alam semesta.
 Konsep Negara Teokratis dijumpai dalam tradisi pemikiran politik Kristen (Thomas Aquinas), pemikiran politik Hindu-Budha (Dewa Raja), Shinto (Tenno Heika), maupun Islam.
3. Teori Liberal tentang Negara
Pemikiran klasik tentang kemutlakan Negara mendapatkan respon dari berbagai kalangan; Monarchomacha (kaum pembangkang raja); Martin Luther yang menolak Negara Teokratis; sampai dengan John Locke yang menyanggah Thomas Hobbes. Berikut beberapa pandangan yang muncul dari kaum Liberal:
 John Locke
 Untuk menjamin negara mengambil dan mengurangi hak alamiah maka kekuasan negara dipisahkan dalam dua aspek: kekuasaan legislatif disatu pihak serta kekuasaan eksekutif dan yudikatif dipihak lain. Gagasan Locke ini kemudian dilanjutkan dengan Montesquieu ke dalam konsep Trias Politica. Untuk itu kemudian harus dibuat hukum dan undang-undang, dan digunakan untuk mengatur ketiga lembaga tadi.
 pemisahan antara wilayah negara dengan agama yang menurutnya mempunyai wilayah yang berbeda.
 Teori Demokrasi Pluralis
 Berawal dari pemikiran Locke, kemudian berkembang gagasan demokrasi liberal yang bersendikan pada penghormatan pada kemerdekaan individu, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Dalam politik, kebebasan individu untuk mengaktualisasi self interest mereka melahirkan teori-teori Demokrasi Pluralis.
 Pluralisme berpendapat bahwa tidak ada satu kelompok, kelas dan organisasi yang dapat menodominasi negara. Pluralisme melihat adanya pemisahan antara negara dengaan civil society, perbedaan antara kekuatan ekonomi dan politik.
 Oleh karena itu dalam pandangan pluralis, negara adalah entitas netral namun merefleksi banyak kelompok.
 Pluralisme juga tidak konsen dengan adanya peraturan yang melegitimasi ketidakmungkinan kelompok mendapatkan akses tertentu. Ia terlalu terfokus pada mekanisme behavioralisme sehingga lupa adanyas bias ideologi bagi perumusan dan pembuatan keputusan oleh pemerintah.
4.Teori Negara Instrumentalis dari Marxisme
 Marxisme ini muncul sebagai reaksi terhadap sistem ekonomi liberal. Bagi Marxisme, dalam masyarakat yang masih memiliki struktur kelas, negara merupakan alat dari kelas yang berkuasa (dominan) dengan melanggengkan pola ekploitasi yang dilakukan oleh kelas dominan itu. Dalam bahasa penganut Marxisme ”negara hanyalah panitia yang mengelola kepentingan kaum Borjuasi secara keseluruhan”.
 Berkebalikan dengan paham pluralisme yang memandang negara sebagai agen yang netral terhadap semua kelompok kepentingan, marxisme melihat negara tidak mungkin menjadi alat yang netral, tapi ia akan tetap berpihak.
 Negara yang pada masa kapitalisme merupakan instrumen kelas borjuisme untuk melakukan eksploitasi bagi rakyat ini harus direbut oleh kelas proletariat. Dan kemudian negara dikuasai oleh kelas proletariat untuk difungsikan sebagai alat keadilan, dimana ia menguasai sektor-sektor ekonomi yang penting bagi rakyat, dan mendistribusikannya.

5. Teori-teori Otonomi Relatif Negara
Teori Marxisme tentang Negara tidak selalu memuaskan berbagai kalangan; baik kalangan neo-marxisme maupun ilmuwan politik penganut pendekatan struktural. Berikut keberatan yang disampiakan oleh kaum neo marxis maupun struktural:

1. Neo Marxisme
 Kaum Neo Marxisme menolak pandangan Marx yang menyebutkan bahwa Negara adalah alat dari kepentingan kelas yang dominan. Mereka berpendapat bahwa Negara bisa saja relatif mandiri dari kepentingan kelas dominan (kapitalis) untuk menyelamatkan sistem kapitalisme secara keseluruhan.
 Inspirasi mereka justru bersumber dari karya Karl Marx yang lain: Bonarpatisme Republic. Pandangan ini muncul di karya-karya Nicos Poulantzas.
2. Struktural
 Pandangan struktural mirip dengan neo marxis bahwa negara pada dasarnya memiliki otonomi relatif; dimana negara terbuka bagi kepentingan beberapa segmentasi masyarakat (biasanya kaum bisnis- kapitalis) dan tertutup bagi kepentingan masyarakat yang lain (populer) . Oleh O’Donnell disebut sebagai strategi bifrontal dan segmenter.
 Bagi kaum struktural negara “terpaksa” menjadi relatif otonom sebagai respon dari kondisi strauktural berupa perkembangan tahapan kapitalisme yang mengalami deepening (pendalaman) industrialisasi; dari strategi industrialisasi subsitusi impor ke industrialisasi berorientasi ekspor.
 Pandangan struktural ini muncul dalam karya Stepan tentang Aliansi Segitiga (modall asing, negara dan borjuasi nasional) maupun O Donnell tentang Otoritarian Birokratik.



Bahan Bacaan:
1. Arief Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi, PT Gramedia, Jakarta, 2002.
2. Arief Budiman, Negara dan Pembangunan, Studi tentang Indonesia dan Korea Selatan, Yayasan Padi dan Kapas, 1991.
3. Bintang R. Saragih. Ilmu Negara,Gaya Media Pratama, Jakarta, 2005
4. David Marsh dan Gerry Stoker, “ Theory and Methods in Political Science” (1995).
5. Alfred Stepan, Militer dan Demokratisasi; Pengalaman Brasil dan Beberapa Negara Lain, Grafiti; Jakarta, 1996.
6. Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih. Ilmu Negara, Gaya Media Pratama Jakarta 2005
7. Inul Kecana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan. PT. Refika Aditama. Bandung, 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar